BeritaMantap.com - Siapa yang dapat memperkirakan, seseorang yang terlihat apa adanya, bahkan bisa dikatakan pas-pasan, terlebih latar belakang keluarganya pun merupakan keluarga yang apa adanya. Namun, karena memiliki sebuah komitmen dan usaha yang sungguh-sungguh pada akhirnya berani untuk membuat sebuah keputusan yang luar biasa? Di tengah ketertatihannya, dalam sebuah proses belajar, dia azamkan sebuah niat yang tidak banyak orang mempersiapkannya.
Inilah dia, Muhammad Hafizaki. Seorang anak perantauan dari Kota Baru, yang menginginkan dapat meneruskan pendidikan di atas rata-rata anak desa pada umumnya. Maka, setelah menempuh proses yang panjang akhirnya dia pun dapat meneruskan pendidikannya di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Banjarmasin. Hingga, berselang empat tahun lamanya, melalui pembelajaran demi pembelajaran, beberapa mata kuliah dapat dia lewati dengan prestasi-prestasi yang cukup cemerlang, bahkan dia pun aktif di sebuah unit kerohanian kampus, namun tidak mengganggu prestasi akademiknya. Maka, akhirnya dia pun dapat menyelesaikan kuliahnya, dan diterima bekerja di sebuah perusahaan ternama di Banjarmasin.
Itulah gambaran singkatnya sebelum membuka lembaran demi lembaran perjalanannya dalam mendapatkan sesosok pendamping hidup yang begitu dimimpikannya dapat menjadi bidadari yang begitu sempurna dalam hidupnya –kendatipun tiada yang sempurna di dunia ini-.
***
Seperti yang telah tertulis dalam proposal hidupnya, bahwa dia telah menuliskan untuk menyempurnakan separuh agamanya di usia 23 tahun. Sesuatu yang mungkin tidak masuk akal bagi sebagian orang yang menjalani hidupnya mengalir mengikuti air. Namun, tidak bagi dia. Maka, dengan segenap keberanian dan keyakinan bahwa Allah pasti akan mempermudah segala sesuatu yang berharap hanya pada Ridho-Nya, dia mantapkan hatinya ditemani ibadah istikharah yang dia lakukan setiap malamnya.
Akhirnya dia nyatakan pinangannya kepada seorang wanita bernama Sri Ratna Dewi, teman satu organisasi di kampus yang juga aktif di unit kerohanian putri, yang tiga bulan lamanya telah menantikannya. Tentu saja prosesnya tidaklah mulus seperti yang diharapkan. Terlebih di tengah segala tuntutan bahwa tolak ukur segala sesuatunya adalah uang. Namun, tidak sedikit pun menyurutkan niat dan komitmennya untuk dapat melewati itu bersama, dengan segala risiko yang akan dihadapi bersama.
Tahapan demi tahapan dalam proses itu pun dilalui. Persiapan visi dan misi pun dibuat. Karena rancang bangun yang akan dibuat mereka kali ini adalah sebuah bahtera rumah tangga yang tidak main-main. Masa depan keduanya, ditentukan dari kesungguh-sungguhan keduanya dalam memegang visi dan misi tersebut.
***
Sedikit mundur ke belakang. Bertepatan saat pertama kali dia bertemu dengan wanita yang secara tidak sengaja telah mencuri hatinya. Namun, karena keimanan dan keterjagaan dia maupun si wanita tersebut, akhirnya perasaan tersebut pun mampu untuk disimpan di dasar hati yang paling dalam. Hingga suatu ketika, saat dirinya benar-benar memiliki kemantapan secara batin -kendatipun belum secara lahir, karena masa itu dia baru akan mengakhiri kuliahnya-, diberanikan dirinya untuk menanyakan perihal perasaannya tersebut kepada sang wanita.
Bukan tidak percaya dengan jodoh. Tetapi, karena dia telah begitu yakin dengan si wanita, dan ketika ditanyakan melalui dinding hijab yang menjadi saksi, ternyata si wanita pun memiliki perasaan yang sama. Maka, dia pun meminta kesanggupan pada wanita tersebut untuk menunggu dirinya, maksimal dalam waktu tiga bulan. Kemudian, dia akan kembali untuk menjemputnya dalam sebuah ikatan yang tentunya akan menjadikan mereka halal di hadapan-Nya.
Dengan penuh pertimbangan dan melalui ibadah istikharah yang dilakukan sang wanita tersebut, akhirnya wanita tersebut pun menerima permintaannya untuk menunggu.
Betapapun begitu luar biasanya perjuangan keduanya dalam meyakinkan orang tua mereka masing-masing. Hingga, hampir-hampir apa yang mereka rencanakan bubar di tengah jalan penantian. Karena konsep rezeki yang masih sulit untuk diterima oleh orang tua si wanita tersebut.
Ujian yang mereka hadapi pun tidak selesai hingga di situ saja. Karena ujian demi ujian yang lain menyusul dan mengiringi perjuangan keduanya dalam mempertahankan apa yang telah menjadi komitmen bersama. Sejatinya bukanlah sebuah perjuangan apabila sesuatu itu berjalan tanpa adanya tantangan dan ujian.
Dan Allah pun menepati janji-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surah An-Nuur ayat 26, bahwasanya “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”.
***
Berkat pertolongan-Nya, akhirnya niat-niat suci keduanya ini pun terlaksana. Masa penantian tiga bulan yang dipenuhi Mahabbah kepada-Nya pun tiada terasa terlalui begitu cepat. Dia pun akhirnya benar-benar menepati janjinya, dengan kesiapan lahir dan batin yang dia bawa kepada sang wanita.
Betapapun lama, tetapi hati mereka tetap senantiasa terjaga agar tidak mendzolimi atas apa yang telah menjadi Syariat-Nya. Hingga satu detik sebelum ijab qabul pun, tiada satu pun di antara keduanya yang mengakui secara lisan ataupun terbetik di hati mereka bahwa “dia adalah milikku”. Karena masing-masing mereka belumlah halal untuk masing-masing yang lainnya. Dan tiada yang dapat memastikan, dalam satu detik itupun peristiwa apakah yang akan terjadi, di luar kehendak keduanya. Subhanallah, begitu terjaga sekali niat-niat suci keduanya.
Hingga prosesi pun berjalan lancar sebagaimana mestinya. Dengan konsep pernikahan yang islami, di mana terdapat pemisahan antara tamu laki-laki dengan tamu perempuan, seperti yang direncakan keduanya, dan tentunya seperti yang Syariat perintahkan.
***
Maka, di sini ada sebuah kaidah kausalitas sebab-akibat, di mana saat kita berusaha menjadi sosok yang terbaik sesuai dengan yang diperintahkan-Nya, maka Insya Allah, Allah pun sedang mempersiapkan yang terbaik pula untuk kita. Begitupun sebaliknya.
***
Nama saya, Indriani. Nama FB saya Fathimah Al-Fakhirah AzZahra. Saya saat ini sedang konsentrasi untuk menyelesaikan amanah studi saya yang terakhir, yaitu Skripsi. Berbarengan dengan melejitkan secara individu atas potensi menulis yang secara tidak saya sadari ternyata adalah sebuah hobby yang sangat saya sukai. Maka, tanpa mengurangi niat dan usaha untuk belajar dan terus belajar, saya coba tuliskan apa yang saya bisa berikan untuk sebuah kontribusi. Dan seperti yang pernah saya dengar, bahwasanya, orang-orang yang bisa dalam menulis atau apapun itu dikarenakan adanya sebuah keterbiasaan. Maka dari itu saya pun berkomitmen pada diri saya, untuk membiasakan menulis mulai dari saya sadar, bahwa menulis itu ternyata menyenangkan.
SUMBER: |