BeritaMantap.com - Facebook sebagai alat mata-mata AS?
Facebook sekarang telah menjadi booming. Banyak
orang beranggapan jika belum ikutan Facebook maka dia belumlah trendy
dan modern. Saya akan mengulas tentang Facebook dalam kacamata
Konspirasi.
Kita tentu masih ingat, aturan pertama dan utama
di alam maya adalah JANGAN SEKALI-KALI MEMBERIKAN DATA ASLI DI ALAM
MAYA. Kita boleh saja ikutan Facebook, Multiply, dan sebagainya namun
jangan sekali-kali mengisi kolom-kolom isian dengan data-data pribadi
kita yang benar. Sama saja jika kita melakukan register ketika memakai
kartu telepon baru. Toh Facebook atau Provider telepon tidak akan tahu apakah data yang kita isikan itu benar atau tidak.
Intelijen adalah pekerjaan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, agar bisa dipergunakan sesuai dengan kepentingan user-nya.
Dan saya sangat yakin jika Facebook atau pun situs jejaring sosial
lainnya seperti Friendster, Multiply, Blogspot, juga email, dan
sebagainya merupakan perpanjangan tangan dari kelompok Konspirasi (The Luciferian Conspiration,
kelompok yang mengendalikan AS dan juga dunia) untuk bisa menghimpun
data-data warga dunia secara mudah. Ada baiknya kita membaca buku Dan
Brown "The Digital Fortress", yang walau pun fiksi namun memuat sejumlah informasi penting yang sesungguhnya benar-benar ada. Atau buku "The Complex: Bagaimana Militer Amerika Menyerbu Kehidupan Kita Sehari-Hari" (Dr. Nick Turse, 2009). Atau tontonlah film Mel Gibson "The Conspiracy Theory"
di mana aparat keamanan berhasil mengendus keberadaan orang lewat
belanja dengan kartu kredit. Walau semuanya kelhatan bohongan, tapi
percayalah jika semua itu benar-benar ada.
Sebab itu, para pejuang (The Combatant) atau aktivis kemanusiaan yang menyadari dirinya tengah berperang melawan The New World Order atau The Globalization,
sebaiknya tidak pernah berhubungan dengan bank (tidak memiliki kartu
kredit, kartu debet, atau pun rekening bank atas namanya), tidak pernah
mengisi kolom data jejaring sosial di internet dengan data asli, bahkan
tidak memiliki ID Card (KTP), dan menjauhi penggunaan alat-alat
komunikasi yang bersifat tetap (misal nomor telepon dan sebagainya).
Hiduplah bagai siluman. Atau seperti kalimat bijak, "Jadilah orang yang ketika datang tidak diketahui dan ketika pergi tidak dicari."
Jika semua itu tidak mungkin, maka demi
keselamatannya para Combatant harus berusaha agar sedikit mungkin orang
mengetahui jejaknya, seperti: senantiasa mengganti nomor ponselnya
dengan berganti-ganti provider—kalau bisa juga berganti ponselnya—dalam
waktu yang tidak teratur (kian singkat kian baik), jika memiliki situs
jejaring sosial (tentu dengan data yang bukan asli) maka mengaksesnya
jangan dari satu tempat yang sama (warnet yang sama), selalu berganti
alamat email (bikin email baru mudah kan), dan sebagainya.
Kawan saya pernah hadir dalam sebuah pertemuan
para intel. Mereka bertemu di selatan Jakarta, dalam sebuah bangunan di
bagian belakang bangunan utama dekat kolam renang. Sepanjang pertemuan,
teve plasma berlayar besar yang ada di ruangan tersebut dinyalakan
dengan audio yang cukup besar walau tidak ditonton, semua pancuran air
kolam renang dan juga air terjun dinyalakan, semua ponsel dan pda atau
pun BB dimatikan (bahkan kartu chip-nya dilepas, batere dilepas, dan
diurai), dan sebagainya. Semua ini dikatakan sebagai tindakan
berjaga-jaga atas aksi penyadapan. Padahal ruangan tersebut sangat
tersembunyi dan kedap suara.
Apakah dengan demikian kita tidak boleh memiliki
Facebook atau yang sejenisnya. Boleh saja. Asal, ya itu tadi, jangan
mengisikan data-data pribadi kita yang asli. Facebook atau situs
jejaring sosial lainnya sangat dibutuhkan oleh tenaga-tenaga marketer,
namun akan menjadi bumerang bagi para Combatant. Sebab itu, kita harus
benar-benar sadar akan diri kita dan bertanya apakah kita memang
sungguh-sungguh memerlukan situs jejaring sosial atau tidak. Kalau
sekadar ikutan trend, janganlah. Sebab resikonya terlalu besar. Dunia
yang kita tinggal dan hidup di dalamnya bukanlah dunia yang memiliki
satu warna. Ada dunia lain di sekitar kita yang mungkin tidak pernah
kita sadari. Meminjam istilah Bang Napi: Wasadalah! Waspadalah!.Wallahu'alam bishawab.