 BeritaMantap.com - MANCHESTER  - Seperti banyak orang, Steven Longden  mengaku identitasnya beragam,  baik dalam keluarga, lingkungan, daerah,  afiliasi keagamaan,  pendidikan, dan hingga etnis. Namun ia kini mengaku  bahagia, karena ia  kini memiliki "kacamata" untuk memandangnya:  keimanannya. "Budaya Islam  memainkan peran penting dalam kehidupan saya  sekarang," katanya.
BeritaMantap.com - MANCHESTER  - Seperti banyak orang, Steven Longden  mengaku identitasnya beragam,  baik dalam keluarga, lingkungan, daerah,  afiliasi keagamaan,  pendidikan, dan hingga etnis. Namun ia kini mengaku  bahagia, karena ia  kini memiliki "kacamata" untuk memandangnya:  keimanannya. "Budaya Islam  memainkan peran penting dalam kehidupan saya  sekarang," katanya.
Menjadi eksklusif? Steven menggeleng. "Iman  saya tidak mengharuskan  saya untuk menghindari yang terbaik dari  pengaruh budaya lain yang  penting dalam hidup saya. Jadi, sebagai  seorang mantan Kristen saya  dapat bersukacita dalam persahabatan yang  saya buat pada tahun-tahun  sebelum saya menjadi Muslim," katanya.
Bahkan,  ia masih datang ke gereja untuk acara-acara non-agama:  pernikahan,  merayakan pembaptisan anak seorang kenalan, berpidato saat  pelepasan  jenazah neneknya yang meninggal. "Saya  diterima, dihargai  sebagai  Muslim, diakui sebagai orang beriman dalam Tuhan," katanya.
Selama  bertahun-tahun, ia bahkan belajar bahwa mualaf kerap efektif   menjembatani kesenjangan antara teman dan komunitas agama yang berbeda.   "Banyak dari kita telah mengembangkan wawasan multikultural  dan empati   lah yang membantu untuk membawa pemahaman dan kepercayaan antara   orang-orang di sekitar kita," katanya.
Ia betul-betul lahir  dalam keluarga multilatar belakang. Ia berdarah  Inggris, tapi besar di  Afrika Timur. Sehari-hari, ia berbahasa Urdu,  Swahili, dan Inggris.
Melanjutkan pendidikan ke Inggris, ia menikah dengan gadis kulit putih kelahiran Manchester.
Perjalanan  spiritual lah yang menyebabkan pasangan muda ini mengenal  Islam. Lama  mempelajari, ia yakin Islamlah yang dicarinya. Ia  bersyahadat.  beruntung, keluarga besarnya mendukung, walau mereka tetap  pada  keyakinan mereka.
Ia mengakui, menjadi seorang Muslim tidak mudah. "Tapi Alquran memang menyebut, setiap kita pasti akan diuji," katanya.
Ia  bukan tak merasakan dampak serangan 11 September yang membuat kaum   Muslim menjadi bulan-bulanan di seluruh dunia. Namun ia menjalani dengan   sabar. "Tapi di luar itu, setelah menganut islam saya merasakan   kedamaian, terpesona dan sadar bahwa sebagai seorang Muslim di Inggris,   saya merasa sebagai orang paling istimewa di dunia saat ini," katanya.
Lebih  bahagia lagi, katanya, saat suatu hari sang ayah memberitahunya,  kakek  buyutnya adalah seorang Muslim, 92 tahun lalu. Ia menjadi Muslim  pada  tahun 1898, tepat pada usia 70 tahun. Ia bernama Robert Reschid  Longden,  kulit putih generasi pertama yang menganut Islam.
Dibesarkan  dalam sekte Israel Kristen, dia naik menjadi Walikota  Stalybridge pada  tahun 1875. Pada 1850 dia menjadi tertarik pada urusan  Kekaisaran  Ottoman,  yang tidak diragukan lagi, membimbingnya di jalan  menuju  Islam. Pada 1901 ia menjadi tangan kanan mufti Inggris, Syaikh  Abdullah  Quilliam, dan terlibat dalam beberapa dialog antaragama  pertama  di  Manchester.
"Penemuan ini mengejutkan dan menempatkan konversi  saya ke dalam  perspektif dan telah telah menjadi sumber kebanggaan dan  kenyamanan  bagi keluarga saya, baik Muslim dan non-Muslim,  dan  masyarakat yang  lebih luas. Memang, tidak akan menjadi kejutan bagi  Anda, tapi ini  sesuatu yang luar biasa bagi saya," ujarnya. Ada nada  haru dalam  ucapannya..
| SUMBER: | 
 
 
 


 
 
 
